Bangkok, 25 Agustus 2023.
Aku sedang belanja baju di salah satu pusat perbelanjaan di Bangkok, CentralwOrld. Tempat ini tidak pernah sepi setiap hari, setiap malam. Sudah puas berkeliling, aku berhenti di salah satu Seven-Eleven sebelah restoran India untuk membeli minuman soda. Lalu aku video call sebentar dengan temanku di Indonesia. Dia bercerita soal pacarnya yang masuk penjara karena bertengkar dengan orang. Memang seteguh itu orang lampung menjaga harga dirinya, kalau tidak taruhannya nyawa, ya kepolisian.

Sampai di hostel, aku melihat seorang perempuan berjilbab yang sedang mengelus kucing liar di teras hostel. Aku menyapanya.

"Whose cat is this?"
"I dont know. It's just a random street cat. It is so cute"

Lalu aku bertanya,

"Where are you from?" "Indonesia"
"Oh Indonesia juga. Sama haha"

Dia adalah Fly. Anak kuliahan dari Malang, yang kampung halamannya di Papua, namun suku asli Bugis (pusing banget). Dia sedang ke Thailand karena 2 alasan; libur kuliah, dan ingin bertemu idolnya yang bernama BRIGHT (aku sebenarnya kurang paham siapa dia).

Ini adalah pertama kalinya aku melihat perempuan seumuranku yang berani solo traveling ke luar negeri sendirian. Dia baru saja datang dari Chiang Mai, sementara aku akan ke Chiang Mai besok. Dia memberiku banyak sekali saran tempat dan hal yang harus dilakukan disana. Masih kulihat raut wajah bahagianya, seperti aku dapat membayangkan betapa Chiang Mai sangat berkesan untuknya. Dia memperlihatkan kepadaku video di handphone nya tentang apa yang dia lakukan di sana.

Yang paling berkesan baginya adalah, gajah. Dia menunjukan video ketika dia sedang memandikan gajah bersama turis asing lain di Chiang Mai. Dia selalu membicarakan gajah sepanjang percakapan dan menungkapkan betapa senangnya dan rindunya dia dengan gajah di Chiang Mai. Sampai-sampai dia memeluk pajangan gajah dari kayu yang ada di hostel.

Kita memutuskan untuk lanjut cari makan malam di luar. Dia masuk ke hostel untuk mengambil uang, aku juga harus ke toilet. Namun di dalam hostel, dia bertemu dengan teman sekamar yang ternyata dari Indonesia juga. Bukannya ke kamar atau ke toilet, kami malah ngobrol panjang dengan mereka. Dia adalah Kak Vita, dan Kak Mimi yang baru saja pulang traveling dari India. Kami ngobrol sekitar 1 jam. Di tengah obrolan itu, kami merencanakan untuk pergi ke Chatuchak market. Salah satu pasar tradisional terkenal di Thailand. Setelah ngobrol panjang, aku dan Fly pun pergi ke food court untuk cari makan.

Di tengah perjalanan menuju food court, ada 1 hal yang sangat mengejutkan kami berdua. Ternyata, teman Fly adalah temanku juga. Dia adalah Kak Ola, office manager kantor ku di Bali, yang ternyata juga teman satu tripnya Fly ketika traveling di Bangkok desember tahun lalu. Iya, aku memang ingat bahwa Kak Ola waktu itu sempat ke Bangkok, gak lama setelah aku pulang dari Vietnam. Mengetahui fakta itu, kami berdua benar-benar kaget dan tidak percaya. Aku segera menelepon Kak Ola. Dan yang terjadi, kami bertiga malah kaget bersama.

Selesai makan, kami kembali ke hostel. Fly yang kelelahan segera pergi ke atas, sementara aku akan menghabiskan minumanku di ruang tamu dulu. Di ruang tamu, ada 3 orang yang sedang ngobrol. Sekelompok mahasiswa dari Waseda University, Jepang, yang sedang jalan-jalan untuk libur musim panas. Mereka adalah Ryouta, Nakagawa, dan Ogawa. Aku ikut nimbrung di obrolan mereka. Aku bercerita bahwa waktu aku ke Jepang awal tahun lalu, aku juga pergi ke Waseda University untuk melihat-lihat. Aku berkata kepada mereka bahwa Jepang adalah negara yang indah, dan aku sangat ingin kembali kesana. Setiap aku bercerita, mereka selalu membalas dengan respon kaget atau amaze ala orang Jepang;

"heee?!"
"eee?"
"heeiiik?!"

Aku ngobrol banyak dengan Ryota soal band Jepang favoritku, One Ok Rock, yang ternyata dia juga fans berat. Aku menyetel lagu-lagu OOR kesukaanku dan dia tahu semua. Bahkan di tahun 2019, dia pernah menonton live OOR di osaka untuk promosi album Eye of The Storm. Bulan November ini, OOR akan konser di Ancol, Jakarta, untuk promosi album Luxury Disease. Namun sayangnya, aku tidak sempat nonton live.

Mereka sangat ramah. Mereka membagikan beberapa makanan kepadaku, dan berusaha ngobrol denganku walaupun bahasa inggris mereka terdengar sulit. Aku bilang bahwa aku akan ke Chiang Mai besok siang. Mereka ternyata baru saja pulang dari Chiang Mai. Mereka lalu memberiku banyak saran tempat untuk dikunjungi. Dan mengingatkanku untuk pergi ke Sunday Night Market, sebuah jalan di pusat kota yang dijadikan pasar setiap hari minggu. Pasar itu unik karena berada di tengah benteng kotak Chiang Mai yang dikelilingi sungai berbentuk kotak. Wah kebetulan sekali, aku akan sampai hari Minggu pagi. Sore ke malamnya, aku bisa mengunjungi pasar itu.

Mereka lalu naik duluan untuk beristirahat, begitupun aku.

---

Besoknya, aku, Fly, Kak Vita, dan Kak Mimi pergi ke Chatuchak market naik taksi. Aku baru tahu bahwa naik taksi di Bangkok lebih murah daripada naik grab. Bisa 2x lebih murah harganya. Kita sampai lalu explore pasar itu selama 3 jam. Di sela explore, 1 teman ikut bergabung. Seorang pria dari Kanada, teman dari Kak Mimi. Aku lupa siapa nama pria itu, cuma kita ngobrol cukup banyak. Dia menjelaskan tentang betapa cintanya dia dengan scuba diving. Besok, dia akan pergi ke Bali untuk explore laut untuk scuba diving. Aku segera bertanya dengan temanku di Bali yang suka diving lalu menyarankan dia untuk pergi ke pantai itu. Dia kemudian mencatat beberapa rekomendasi tempat di Bali yang aku kasih di handphone nya.

Pagi itu adalah suatu hari yang seru. Kenangan menyenangkan untuk menutup perjalananku di Bangkok, lalu pergi ke Chiang Mai 3 jam lagi. Kami sampai kembali ke hostel sekitar pukul setengah 12 siang. Bangkok saat itu panas sekali. Aku segera packing untuk checkout, lalu berpamitan dengan semuanya. Kami berjanji untuk bertemu kembali suatu saat nanti dengan tukeran kontak satu sama lain. Segera aku menuju stasiun dengan grab bike, walaupun aku harus membayar mahal sekitar 200 baht. Yah, bagaimana lagi, aku cukup telat untuk mengejar kereta dengan taksi. Bangkok saat itu cukup macet.

Sampailah aku di Stasiun Don Mueang, Bangkok. Persis di depan Bandara Don Mueang. Aku bisa melihat pesawat yang sedang parkir dari stasiun ini. Aku menunggu kereta tiba jam 2. Aku mampir ke 7/11 terdekat untuk membeli bekal di kereta. Ini akan menjadi perjalanan kereta yang cukup panjang; 13 jam. Walaupun tidak sepanjang perjalanan keretaku dari HCMC ke Hanoi, Vietnam november lalu (32 jam).

Aku masuk ke dalam stasiun, lalu sampailah kereta untuk menjemput rombongan menuju Chiang Mai.

Image

Aku masuk ke dalam kereta, lalu mencari nomor tempat aku duduk. Aku sedikit kebingungan karena aku menemukan tempat dudukku telah diisi oleh seorang perempuan bule. Aku bertanya, apakah ini benar tempat duduknya. Dia lalu meminta maaf karena dia lebih nyaman duduk di kursi itu dan memintaku untuk tukeran tempat duduk kepadaku.

"Are you ok if we switch seat?"
"Yea.. No worries. I'm ok"
"Thank you so much"

Aku duduk di kursi lain, dan perempuan itu hanya tersenyum kepadaku tanda terima kasih. Datanglah satu orang asing. Kulihat dia menaruh tasnya di atas kabin kereta dan duduk di sebelahku. Aku berkenalan dengannya.

Dia adalah Saito, 20 tahun. Pemuda asal Jepang yang sedang berlibur di Thailand. Dia berkuliah di Osaka University yang saat ini sedang libur musim panas. Aku kemudian menceritakan pengalamanku waktu di Jepang februari lalu. Sama seperti hal yang aku obroli dengan ketiga pemuda dari Jepang di hostel bangkok, aku menceritakannya lagi dengan Saito.

Waktu ke Jepang dulu, aku tidak terlalu tahu banyak tentang sejarahnya. Namun Saito cerita banyak soal sejarah Jepang kepadaku yang membuatku sangat tertarik untuk kembali ke Jepang lagi suatu saat nanti.

Aku bilang waktu itu aku hanya sempat ke Jepang selama seminggu dan hanya sempat explore kota Tokyo dan daerah Kawaguchiko, Fujiyama saja. Saito bilang kalau Tokyo adalah kota yang baru sekali dibentuk di abad 18. Usia itu termasuk baru mengingat Jepang telah berdiri sejak tahun 600 sebelum masehi. Dulunya, Tokyo adalah pusat militer sebuah tentara yang bernama Samurai. Kyoto adalah ibukota sebelumnya. Maka dari itu, Saito merekomendasikanku untuk pergi ke Kyoto untuk melihat sejarah, bangunan tua, dan kehidupan modern orang Jepang di masa lalu.

Kami ngobrol banyak hal. Di sela perjalanan panjang itu, aku tertidur.

Image

Aku bisa merasakan kalau aku tidak terlalu tidur nyenyak selama di kereta. Beberapa kali aku terbangun lalu tidur lagi. Beberapa stasiun kulewati. Aku terbangun jam 3 pagi, dan disitu aku sudah tidak tertidur lagi. Ku putar lagi musik yang mengalir melalui earphone ku. Sejam kemudian, petugas kereta api memberikan pengumuman.

"Chiang mai. Chiang mai.", Katanya.

Aku sampai dan turun dari kereta, menginjakan langkah pertamaku di Chiang Mai, Thailand. Aku turun bersama Saito dan pergi ke toilet sebentar. Aku bertanya dimana Saito akan tinggal. Dia lalu menunjukan peta dan nama hotelnya. Karena searah dengan hostelku, aku menawarkan untuk pergi bersama. Dia menyetujui dan kita berjalan ke hostel sekitar 40 menit. Sampai hostel, ternyata masih sepi sekali, tidak ada orang. Kami akhirnya memutuskan untuk pergi ke mc donald untuk sarapan.

Kami sampai di McD dan memesan makanan. 4 orang pria Thailand disebelah kami, melihat kami berdua dengan tatapan mata observasi. Lalu, satu dari mereka menyapa kami.

"Where are you from?", tanya pemuda itu.
"I'm from Japan. This is my friend from Indonesia", jawab Saito

Dengan senyum ramah, pria itu berkata.

"My brother here, still single"

Anjir. Untung mereka ngobrol dengan Saito. Aku yakin mereka berbicara kepada Saito. Aku yakin pria itu tertarik dengan Saito hhahaha. Sepertinya LGBT sudah menjadi hal yang sangat terbuka di Thailand.

Namun mereka cukup asik untuk diajak ngobrol. Sampai mereka pamit untuk pergi duluan.

Aku masih duduk menunggu jam 7, dimana hostelku akan buka untuk check in. Sementara hotel Saito buka jam 9. Hingga aku tertidur diatas meja McD selama sekitar 30-60 menitan. Saito membangunkanku, waktu menunjukan pukul 7.

"Let's go. I will wait in the hotel"

Aku dan Saito pun berpamitan. Aku pergi kearah hostelku, dan Saito ke hotelnya.

Sekitar 17 menit berjalan, aku sampai di hostel. Terlihat seorang pria sedang tidur di sofa hostel. Aku yakin dia adalah resepsionis nya. Aku ketuk pintu, pelan, sedikit keras, keras, keras banget. Pria itu tidak bangun juga. Aku lalu duduk di kursi teras.

Image

Sampai akhrinya, seorang wanita keluar membukakan pintu. Dia berbicara bahasa thailand kepadaku.

"No, sorry, I only understand english"
"Ohh.. Sorry, your face looks like thai"

Aku diberi masuk. Wanita itu baik sekali memberi sedikit room tour hostel dan menunjukanku tempat untuk aku sarapan, minum, atau ke toilet. Wanita itu membangunkan pria yang sedang tertidur di sofa.

"Jacky! Hey Jacky!", kata Wanita itu sambil menggoyangkan pundak pria itu. Pria itu masih saja tertidur.

Aku terdiam, wanita itu terdiam, pria itu masih pulas. Seketika wanita itu menulurkan jari telunjuknya ke hidung pria itu untuk cek nafas.

"Oh, he still alive, don't worry"

Wanita itu mengambil alat penggaruk punggung di tangannya dan menggelitiki pria itu.

Image

Pria itu akhirnya terbangun dengan mata sayup sekali.

"Oh, sorry sorry. You want to check in? Come here. Sorry, i was drunk. Had a big party last night"

Haha, aku masih bisa melihat wajah mabuknya. Impresi pertamaku dengan pria bernama Jacky itu, dia adalah orang sangat ramah dan kocak. Aku diberi arahan ke kamarku. Segera aku membersihkan diri lalu melanjutkan tidur. Ah, aku benar benar tidak cukup tidur sejak kemarin.

Aku terbangun dan memutuskan untuk mencari makan keluar. Aku explore sedikit pusat kota Chiang Mai dengan berjalan. Ahh aku suka sekali suasananya. Adem, nyaman, murah, semua orang ramah.

Sampai aku bertemu dengan banyak sekali orang dan bergabung dengan keramaian itu. Itu adalah Sunday Night Market. Di pusat Chiang Mai, terdapat sungai buatan berbentuk kotak yang ditengahnya adalah jalan, rumah, dan pusat hiburan. Setiap hari minggu, jalan itu berubah menjadi pasar yang menjual banyak sekali barang murah dan bagus. Aku memutuskan untuk makan Pad Thai Omelet disana, lalu memberi tahu Saito untuk kesini.

Image

Image

Image

Gak lama dari itu, Saito datang dan kamipun explore pasar itu sampai ujung. Di pasar itu, Saito mencoba durian untuk pertama kali. Aku tertawa melihat ekspresinya yang tidak suka bau durian, tapi tetap memakannya. Dia sangat tidak menyukainya. Kebalikannya, aku sangat menyukai durian. Saito sempat cerita kalau waktu di Bangkok, dia sempat memakan daging buaya dan mengirimkan gambar buaya yang sedang dikuliti kepadaku. Ughh, aku justru tidak menyukainya.

Image

Selesai explore, kami berpisah kembali ke hostel dan hotel masing-masing. Aku sempat berbicara soal plan explore Chiang Mai dan mengajak Saito. Aku akan menyewa motor dan pergi bersama ke daerah pegunungan Chiang Mai. Dia menyetujuinya. Perjalanan itu akan kami lakukan lusa.