Aku lagi memutar lagu random di aplikasi youtube music pagi ini. Mood pagi ini adalah slow dan akustik. Satu persatu lagu menghiburku bergantian. Lalu pikiranku berhenti di satu lagu yang mengingatkanku pada pendakian gunung yang cukup ekstrim yang pernah kulakukan.

Kusut - Fortwnty.

Liriknya gak ada kaitannya sama pendaikan atau alam. Tapi namanya sebuah lagu, memang seperti sebuah rekaman perasaan yang bisa kita putar ulang bersama nada dan liriknya.

---

Ini adalah cerita pendakianku 2 tahun yang lalu, tepatnya pada bulan desember 2020. Sebuah cerita lama, tapi baru kutulis hari ini. Pendakian ke-2 dari 7 gunung yang sudah kudaki sejauh ini. Sayang sekali, semua gambar dan videonya hilang karena sebuah kesalahan di laptopku tahun lalu. Aku cuma punya beberapa gambar yang pernah aku unggah di media sosialku. Jadi begini ceritanya.

Setelah puas dengan mencapai puncak di gunung sindoro untuk pertama kalinya, 4 bulan kemudian aku memutuskan untuk naik gunung lagi. Tak tanggung-tanggung, pilihanku selanjutnya adalah atap pulau jawa, gunung semeru.

Aku akan berangkat ke meeting point di jakarta bersama temanku dari sekolah lain, Dafa namanya. 4 minggu sebelum pendakian, kami benar-benar fokus persiapan fisik.

Kami sudah sangat bersemangat untuk mendaki gunung paling terkenal di Indonesia itu. Namun setelah segala persiapan, 2 minggu menjelang pendakian, aku mendengar kabar bahwa gunung semeru meletus. Beritanya tersebar dan menjadi trending dimana-mana.

Yah.. Hal itu membuat kami bersyukur sekaligus kecewa. Bersyukur karena itu terjadi sebelum kami berangkat ke jakarta, kecewa karena pendakian ini harus batal.

Rencana gagal, tapi tekad ini masih tersisa. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk mendaki gunung slamet lewat jalur bambangan, di hari yang sama ketika kami merencanakan naik gunung semeru. Dengan sisa 2 minggu persiapan, kami terus melatih fisik.

Sebuah hal lain terjadi. Kurang dari seminggu sebelum keberangkatan kami ke jakarta, aku mendengar bahwa gunung slamet sedang diterpa badai dan hujan. Jalur bambangan longsor dan gak bisa dilewatin. Hal itu membuat perasaan makin gak enak. Aku bisa membayangkan besarnya badai disana.

Dengan segala persiapan yang sudah dilakukan, aku gak memilih batal. Kami tetap lanjut mencari jalur lain. Kami memutuskan untuk pergi lewat jalur guci dari kota tegal, jalur yang katanya lebih ekstrim dari jalur bambangan yang lebih umum.

Semua siap, aku telah selesai menyusun rencana perjalanan. Berangkatlah kami menuju jawa tengah.

---

Kami berangkat naik bis dari terminal masjid qowi di kota metro menuju bundaran raden inten bandar lampung. Kemudian lanjut naik travel ke bakauheni. Di bakauheni, aku menumpang sehari di rumah temanku, Yudi. Setelah itu akan lanjut naik kapal esok harinya.

Yudi sempat mengajak kami keliling pantai bakauheni dan melihat sunset disana.

IMG

Di bakauheni, aku kembali mendengar berita buruk. Dikabarkan seorang pendaki hilang dan meninggal di gunung slamet. Betapa sebuah kebetulan! Berita itu viral dan aku banyak dikirimi gambar itu dari teman-temanku. Rasa takut semakin menghantui. Tapi aku sudah jalan sejauh ini. Aku memutuskan untuk stop membaca berita apapun terkait gunung slamet sekarang.

Besok paginya, aku dan Dafa diantar oleh temanku sampai ke pintu masuk pelabuhan bakauheni. Kami akhirnya berangkat menuju pulau jawa.

---

Kami sampai di pelabuhan merak, banten. Kami melanjutkan naik kereta pelabuhan merak menuju stasiun rangkas bitung. Di rangkas bitung, kami transit ke kereta commuter menuju stasiun tambun. Lalu disana, kami dijemput saudaraku dan menginap di tempat kakakku. Di tempat kakakku, ada adik dan ibuku juga.

IMG

Perjalanan hari itu benar-benar melelahkan. Total dari bakauheni, kami berangkat dari pukul 6 pagi dan baru sampai jam 10 malam. Benar-benar seharian dihabiskan di jalan, dan beban yang ada di tas kerir ini menambah rasa lelah.

Sampai rumah kakak, aku benar-benar gak paham sama apa yang sedang terjadi. Kakakku lagi lelah-lelahnya kesurupan. Untungnya disana ada kakak keduaku yang pernah diajarin cara meruqiyah di pesantrennya. Aku gak akan bercerita banyak soal ini, karena banyak hal yang tidak masuk ke akal ku hahaha.

---

Aku beristirahat selama 2 hari di sana. Aku menyiapkan segala hal yang perlu dipersiapkan.

Malam hari di hari keberangkatan kami ke jawa tengah, aku dan dafa menuju meeting point di stasiun kranji. Disana, aku bertemu dengan teman-teman lain yang akan mendaki gunung slamet dalam sebuah mobil tentara. Aku kemudian naik mobil itu dan berangkat bersama mereka.

Perjalanan itu adalah perjalanan paling tidak nyaman seumur hidupku. Mobil yang dipakai ini sama sekali menyiksa untuk perjalanan jauh. Bahkan aku tidak punya space sedikit untuk tidur. Sekalinya bisa, aku musti membiarkan kepalaku terbentur berkali-kali oleh sisi mobil.

Besok siangnya, kami semua sampai juga di kota tegal, tepat di basecamp guci. Selama perjalanan di mobil, aku benar-benar kurang tidur. Aku mulai khawatir kalau aku akan kelelahan selama pendakian.

Kami bersiap selama satu jam untuk mandi, ngecas, makan, dan lain sebagainya. Tepat jam 4 sore, kami semua memulai pendakian. Aku benar-benar lupa untuk menyiapkan playlist lagu untuk mendaki, padahal aku tahu bahwa di gunung tidak akan ada sinyal. Akhirnya, aku hanya bisa mendengarkan lagu-lagu lokal di handphone ku, yang mana sangat sedikit sekali. Dan lagu yang sering sekali diputar adalah, lagu Kusut dari Fortwnty.

---

Sekitar satu jam perjalanan, cuaca mulai gak mendukung. Kami semua seketika berhadapan dengan hujan deras. Aku kemudian langsung saja memakai jas hujan dan membungkus tasku dengan cover nya. Setelah itu kami lanjut berjalan. Seketika itu juga aku berfikir, "ah, ini benar-benar akan menjadi pendakian yang berat sekali".

Kami terus berjalan selama beberapa jam. Di tengah perjalanan, Dafa mulai menunjukan gejala aneh di badannya. Dia bilang badannya serasa ditusuk jarum karena biang keringat. Dia juga merasakan gejala hipotermia. Dia juga udah gak sanggup membawa tas kerirnya dan akhirnya aku yang bawa. Jujur, disitu aku cukup kesal dengannya. Mengingat selama kami persiapan selama 4 minggu, dia selalu menyepelekan gunung. Dia selalu berkata bahwa semuanya akan mudah. Dia bilang gunung semeru bukan gunung yang sulit berdasarkan video yang dia lihat di youtube, begitu juga gunung slamet. Padahal dia baru sekali saja naik gunung, itupun gunung yang gak terlalu tinggi di lampung. Selama perjalanan dari lampung ke jawa tengah ini, dia juga terlihat terlalu malas untuk bergerak. Dia menganggap bahwa "perjalanan yang sebenarnya" adalah mendaki gunung. Padahal bagiku, hal yang paling harus dinikmati ketika mendaki gunung bukanlah pendakian sebenarnya, tapi seberapa serunya perjalanan dari kampung halaman menuju ke sana. Dan aku tidak mendapatkan itu selama aku pergi bersamanya.

Matahari sudah mulai terbenam, namun kami belum bisa mencapai camp area. Dafa juga terlihat sudah tidak bisa melanjutkan perjalanan. Akhirnya kami memutuskan untuk mendirikan tenda di pinggir jalur. Saat itu hujan masih berlangsung. Pakaianku sudah basah semua, dan aku sudah benar-benar gak tahan sama dinginnya. Ketika aku membuka tasku, ternyata semua pakaian basah kecuali celana panjang. Semua pakaian dan sleeping bag yang aku bawa dari lampung benar-benar sia-sia, malah menambah berat saja.

Tenda sudah siap, Dafa langsung masuk dan temanku meminjamkan satu-satunya sleeping bag yang masih kering kepadanya dan menyalakan api di sebelahnya. Sedangkan aku masih kebingungan dengan bajuku. Aku akhirnya masuk ke tenda dengan memakai baju yang basah, berharap baju itu bisa kering dengan panas tubuhku dengan sendirinya.

Hujan seakan tidak pernah berhenti, tapi syukurlah, tidak sebesar sore tadi. Aku hanya duduk terdiam melihat ke sudut tenda, lalu aku lihat Dafa yang tertidur di satu-satunya sleeping bag yang masih kering itu. Di api kompor yang masih menyala kecil di dalam tenda itu, kulepas bajuku dan kutaruh diatasnya. Aku benar-benar seperti memanggang bajuku sendiri, berharap airnya bisa menguap sedikit dan kering. Hal itu tidak membantu banyak. Akhirnya baju itu kupakai kembali dan kuputuskan untuk tidur.

Semakin malam, hujan bertambah besar, disertai badai. Aku merasa bahwa alas tendapun merembes air. Tentunya tak semudah itu tidur dalam kondisi seperti ini. Aku mulai merasakan pusing di kepalaku. Aku segera bangun dan meminum tolak angin.

IMG

Aku memutar lagu untuk membantuku tertidur, dan lagu yang selalu diulang-ulang adalah lagu Kusut.

Aku terjangkit dan sakit. Terjebak di ruang sempit

Penggalan lirik metafor itu malah aku rasakan secara literal. Pikiranku sudah gak karuan saat itu.

Aku terbangun lagi, kulihat itu pukul 1 pagi. Hujan masih tidak berhenti, bahkan makin besar. Aku mulai merasakan gejala hipotermia. Pakaian basah ini sepertinya memperparah. Jadi aku memutuskan untuk membukanya saja, dan tidur telanjang dada. Telanjang sekalian sepertinya lebih baik daripada pakai pakaian basah.

Di atas gunung slamet, hujan deras, tenda basah, dan aku tidur telanjang. Situasi itu membuatku berfikir sesuatu yang selama ini tidak pernah kupikirkan. Aku seperti merasakan pengalaman mendekati kematian karena kebodohanku sendiri, karena kurang persiapan menghadapi badai di gunung untuk pertama kalinya. Untuk pertama kalinya, aku se-serius itu berdo'a kepada tuhan. "Semoga besok aku masih hidup, tolong hentikan hujan ini".

Aku menggigil di dalam tenda, dan mencoba tidur lagi dengan lagu Kusut yang kuharap bisa membantuku tenang. Sampai dimana aku tidak memikirkan apa yang akan terjadi lagi, aku hanya ingin tidur dan mempercepat waktu.

---

Entah berapa kali aku terbangun dalam tidurku. Aku tidak tahu jam berapa sekarang, tapi hujan terdengar berhenti. Aku cek hp, ternyata sudah jam 6 pagi. Temanku meminjamkan jaketnya kepadaku sebagai pengganti pakaian basahku. Dan pagi itu benar-benar menjadi pagi yang sangat kusyukuri. Aku keluar dan hanya menatap pohon-pohon di sekitar, sambil mendengarkan lagu di earphone yang selalu nyantol di kupingku.

IMG

Tak lama setelah itu, kulihat Dafa dengan muka tololnya, keluar tenda dan meregangkan badannya 🤣.

Kami semua mendengar kabar bahwa masih terjadi badai besar di puncak gunung, jadi kami semua harus terima dengan kenyataan bahwa tidak akan ada puncak untuk pendakian kali ini. Sebagaimana yang sering diucapkan para pendaki, "puncak itu bonus. yang utama adalah pulang dengan selamat".

Setelah menikmati suasana sebentar, kami langsung turun. Syukurlah, hujan selama perjalanan ini gak sederas ketika naik. Dafa dan teman-teman yang lain begitu cepat berjalan turun. Sedangkan aku, berada di posisi paling terakhir. Berjalan pelan sekali, mendengarkan musik, dan menikmati semua kabut dan pohon disini. Dan lagu Kusut ini benar-benar menjadi memori perasaan yang bisa kuputar kembali kapanpun aku mau.