Piala
Aku ingat sering main ke rumah teman-teman ku waktu kecil. Hal yang selalu ada dalam rumahnya adalah piala. Entah apalah itu. Lomba ngaji, lomba 17an, lomba olahraga, dan masih banyak lagi. Aku kira hanya beberapa teman, tapi benar-benar semua temanku memang memiliki etelase khusus di rumahnya untuk menaruh semua piala itu.
Aku sering membandingkan diriku saat itu. Aku punya saudara banyak, tapi kenapa tidak punya piala? Bahkan lomba pun tidak pernah diikuti. Main ke tiap rumah temanku dan melihat piala mereka yang banyak selalu membuatku merasa bodoh dan tidak pernah lebih baik dari mereka. Aku tidak tahu kemampuanku apa dan bagaimana cara mendapat piala itu.
Orang tua mereka yang mendaftarkan temanku ke semua lomba itu, sementara dulu orang tua ku sedang sibuk dengan masalah yang tidak ada habisnya. Jika aku hanya terus menunggu, mungkin aku tidak akan pernah mendapat semua apresiasi itu.
Kelas 4 SD sampai 3 SMA (SMK), aku berhasil mendapatkan semua penghargaan itu. Aku tidak peduli apa yang aku ikuti, aku hanya ingin penghargaan. Aku berhasil meraih peringkat pertama di jenjang kota, provinsi, dan nasional. Segala bidang telah aku coba dan menangkan. Catur, tari, musik, komputer, olahraga, berorganisasi, pidato, puisi, dan pramuka. Termasuk juga lomba-lomba kecil seperti 17an dan kejuaraan daerah yang ada pialanya. Semua sertifikat itu aku dokumentasikan dalam sebuah situs web yang aku kembangkan sendiri.
https://tegarsantosa.com/#/achievement
Semua itu masih belum seberapa. Banyak sekali penghargaan di event lain yang lebih besar yang gagal atau belum aku raih. Yah, setidaknya ada yang bisa aku banggakan karena usahaku sendiri.
Sekarang aku menyadari bahwa piala adalah salah satu bentuk apresiasi dan pembentukan mental. Sama seperti monumen dalam setiap negara. Hanya untuk dipajang, diamati, dan dikagumi. Itulah kenapa setiap keluarga pasti memiliki spot khusus untuk memajang semua piala itu di rumahnya.