Patah hati selalu menyakitkan. Berkali-kali aku merasakannya, namun aku tidak pernah tahu alasannya. Aku tidak pernah berbuat apapun kecuali mencoba membahagiakannya. Dramatisasi yang aku tolak membawaku ke lubang perasaan yang dalam, yang sangat mudah untuk dikubur dan dibiarkan meledak dengan sendirinya. Berbait-bait stigma, dan selalu menyalahkan diri sendiri. Semakin aku menolak adanya pikiran itu, semakin keras suaranya. Aku hanya terdiam, merenung, menatap sudut ruangan dengan remang lampu diskotik. Perasaan biru yang aku keluarkan menyatu dengan warna temaram merahnya.

Sudah 2 jam aku menunggu disini, namun belum satupun lagu dimainkan. Matthew, alias Matt, temanku dari Amerika yang sedang stay di Jakarta mengajakku ke Kemang, tempat kami berada sekarang. Entahlah, aku hanya ingin mendengar lagu dengan sangat keras, yang kebisingannya bisa mengalahkan suara di kepalaku. 1 botol amer, 3 singaraja, dan 2 air putih, dipentaskan di atas meja kami berdua.

Salah satu psikolog ku pernah bilang, childhood trauma yang aku alami membuat aku terlalu sering memendam emosi. Sampai di satu titik dimana otakku tidak mau lagi menerima sinyal dari hati. Buruknya adalah aku seorang yang sangat kuat terhadap perasaan. Kegagalanku dalam mengekspresikan perasaan itu membuat semuanya bertumpuk di dalam dadaku. Nasihatnya membuatku sering menggali masa-masa ketika aku kecil. Padahal dulu aku adalah orang yang sangat berperasaan dan ekspresif. Aku suka memberi hadiah kepada temanku. Aku menangis ketika merindukan seseorang. Aku melompat-lompat kegirangan ketika sedang bahagia. Entah kapan, kenapa, dan di titik poin mana aku tidak bisa lagi mengekspresikan segala hal yang aku rasakan. Hal itu menimbulkan rasa sakit di dadaku, rasa gelisah, dan sedih yang mana aku tidak bisa lagi mengeluarkan air mata untuk menangisinya.

Satu-satunya yang bisa aku salurkan adalah kepada menulis, musik, dan berjalan. Aku menjadi sangat gila ketika musik di club itu akhirnya diputar juga. Dengan pengaruh alkohol di dalam badanku, aku seperti mengeluarkan segala perasaan dengan teriakan lirik lagu melalui mulutku. Aku ingat ketika aku melihat semua orang disana sudah tergeletak, tepar, muntah, dan meringkuk. Aku masih dengan semangat berteriak dan melompat. Matt sangat kelihatan mengkhawatirkan diriku. Dia takut aku melakukan hal bodoh. Untungnya ketika masih sadar, kita berjanji untuk menjaga satu sama lain.

Malam yang remang, berisik, dan gila.