9 Maret 2025. Perjalanan dari Bekasi menuju Yogyakarta. Aku sangat bimbang dengan semua investasi yang kubangun. Seakan akan ini menjadi sebuah pemantik untukku dalam memperbaiki sosialisasi dan membangun relasi dengan baik.

Aku sudah bulat untuk menutup peternakan ku yang di Lampung. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab utamanya: hutang dan kejujuran. Aku sudah bekerja cukup keras untuk mewujudkan keberhasilannya. Tapi semua itu tidak cukup. Bisnis itu keras. Ternyata orang orang selain aku yang menyebabkan semuanya kacau. Mulai dari hutang pembeli yang tak kunjung dibayar, sampai kecurangan yang dilakukan oleh pakde yang kubangun kandang di rumahnya. Pakde menuduh ku tidak adil karena ia belum juga mendapat uang yang aku janjikan dari hutang tersebut. Padahal, walau masih ada hutang, hasil dari penjualan sebelumnya sebenarnya sudah cukup baik. Kesalahanku hanyalah menebar janji kepada pakde ini, aku bilang bahwa “penjualan saat ini cukup baik, tapi seharusnya bisa sangat baik karena adanya hutang. Jadi, uang pakde dan uang saya belum sepenuhnya diterima dari pembeli”. Hal tersebut malah menjadi senjata yang dipakai pakde kepadaku dan bilang bahwa aku tidak membayar dirinya. Adapun kecurigaan bahwa 3 ekor kambing ditukar olehnya menjadi lebih kecil. Dan sudah ada 2 ekor yang mati dan dia selalu menyalahkanku dan orang lain, padahal dia di awal menebar janji kepadaku bahwa kambing apapun yang ia rawat tidak akan mati.

Disisi lain, aku juga ditipu oleh orang yang aku anggap saudara. Ia menawarkan tanah yang bisa disewa namun tanah tersebut sudah kubayar dan ternyata tidak pernah dipakai sepenuhnya. Haduhh.

Berdasarkan seluruh kekacauan ini, aku kumpulkan segala sisi baik dan buruknya sebagai buku paket yang sangat berharga untukku. Proses belajar masih berjalan, kali ini adalah bagaimana caraku dalam membangkrutkan usaha ini. Karena stop juga merupakan keputusan bisnis.

- -

Kemudian membahas seputar tanah. Aku cukup beruntung karena aku juga bisa saja tertipu ratusan juta dalam kasus ini. Namun disini, aku sudah belajar menjadi orang yang lebih keras dan banyak ilmu bisnis yang mulai aku terapkan. Setelah negosiasi panjang selama tepat 1 tahun, akhirnya status tanah sampai pada proses balik nama. Totalnya 2132 m2. Hal ini membuatku merenung, selanjutnya apa?

Saran dari kakak iparku sangat masuk akal.

Gar, mau diapakan tanah itu nanti terserah. Setidaknya tunggu dulu satu tahun baru diproses lagi. Ibaratnya kenalan dulu sama tanah itu. Bagaimanapun juga, tanah itu lebih tua dari kamu dan kamu pemilik barunya.

Cukup masuk akal.

Aku akan menunggu setahun sebelum mengolahnya. Ketika sampai waktunya aku bisa mengolahnya, disinilah aku terpikirkan beberapa skill yang kusadari wajib aku punya dalam berbisnis. Mengingat pula belajar dari kasus peternakan sebelumnya, juga pada proses negosiasi selama setahun ini.

Bahwasanya manusia itu unik. Mereka tidak pernah memikirkan kepentingan bersama kalau soal uang. Meskipun aku berada di situasi untuk bisa memeras lawan bisnisku, aku tetap memikirkan cara teradil untuk kedua pihak. Namun hal itu hanya menjadi boomerang buatku. Manusia itu akan lupa dan lupa diri. Jadi apapun yang terjadi, aku harus tegas akan apa yang kumau dan dahulukan kepentinganku.

Ada juga skill untuk bernegosiasi, dan bersosialisasi. Menjadi orang yang disenangi. Menjalin relasi tanpa terlihat bahwa aku perlu bantuan. Karena aku tau pada bisnis tanah, begitu banyak oknum dari pihak warga sekitar, pejabat, dan birokrat yang ingin mendapat uang ditengah transaksiku secara tidak etis. Hal itu sudah terjadi.

Aku harus bisa mempelajarinya dan aku tahu betul bahwa hal tersebut tidak bisa kudapatkan pada teori, melainkan pengalaman. Namun pertama tama, aku harus tahu bagaimana cara yang tepat untuk terjun agar bisa mendapat pengalaman itu.

Yang aku tahu pasti, jika aku berhasil mengolah bisnis ini dengan lancar, ini akan menjadi milestone dalam hidupku dan aku sudah menjadi pribadi yang beda. Pribadi yang lebih keras, tegas, cerdas, dan disenangi. Bismillah.