25 Juli 2023
"Gila ko, apa kabar? Sumpah lama banget kita gak ketemu"
"Baek.. Baek. Berubah banget lu gar sekarang. Pesen minum dulu, gih"

Dia adalah Niko. Aku senang sekali bisa bertemu dengannya lagi. Seorang sahabat kecil yang mana aku selalu bermain bersama dengannya dulu. Kelas 1 - 4 SD, aku selalu sekelas dengannya, sampai dimana aku dan keluargaku harus pindah ke Lampung karena rumahku yang di Bekasi itu akhirnya disita oleh bank karena tidak mampu membayar. 11 tahun berlalu, aku bertemu dengannya di kafe ini. "Kopi Rindu" nama kafenya, tempat yang memang benar-benar menjadi titik temu dari sebuah kerinduan.

Aku ngobrol tentang banyak sekali hal bersamanya, tentang kisah hidup masing-masing, tentang apa yang telah terjadi selama 11 tahun ini. Kami juga mengingat-ingat tentang cerita masa kecil ketika kami masih bermain keluyuran tanpa arah bersama.

"Gar, semenjak lu pindah dulu, gua maennya sama Adit ama Adam terus, inget kan?"
"Inget ko! Si Adit yang suka ngomong gak jelas itu kan?"
"Haha iya. Sekarang gek masih kayak gitu dia"

Haha, Adit, orang yang dulu sering aku bully karena dia suka ngomong gak jelas di kelas. Aku masih ingat ketika dia selalu bilang "HAA LUCU, HAA LUCU" dengan nada khasnya yang membuatku kesal.

*

Suatu hari di tahun 2012
Aku waktu itu duduk di bangku kelas 4. Adit dengan gaya cengengesannya dan omongan tidak jelasnya membuatku sangat kesal. Segera aku geret dia ke tembok belakang kelas, lalu aku menjambak kerah bajunya dan memukulinya. Esok harinya, Pak Heri, wali kelasku saat itu, bertanya ke seluruh murid.

"Katanya Adit dipukulin? Siapa yang mukulin?"

Aku sempat panik disitu. Niko dan Adam sebenarnya tahu, cuma mereka diam karena tidak mau aku dihukum. Untungnya Pak Heri hanya membiarkan kasus itu tanpa ada nama pelaku.

*

"Ko, lu inget gak, waktu itu ada satu perempuan yang gua suka pas kita lagi main perosotan di jurang bawah sekolah?"
"Oh iya, Mutiara kan?"
"Iyaa.."

Aku bertanya soal perempuan yang bernama Mutiara. Perempuan cantik yang aku sebenarnya lupa wajahnya. Aku hanya ingat perasaan ketika aku bertemu dengannya.

*

Suatu hari di tahun 2011
Seperti biasa, aku, Niko, dan Husni (sahabatku juga), bermain keluyuran tanpa arah. Biasanya kalau gak ngajak orang tanding bola, makan tebu di kebun orang, atau ya manjat pohon kelapa. Di sore itu kami menemukan jurang tanah yang cukup tinggi di dekat sekolah. Kami langsung mengambil daun kelapa kering dan mulai main perosotan di jurang itu.

Selesai main, aku, Niko, dan Husni beristirahat sebentar di warung dekat sana. Disana ada pos bersama segerombolan anak-anak sedang bermain. Ketika sedang menikmati teh sisri yang kubeli dari warung itu, aku melihat segerombolan anak-anak di pos. Mataku tertuju pada satu perempuan cantik.

"Ya ampun, cantiknya. Anak ini kelas berapa ya", dengung suara hatiku.

Aku langsung menyampari mereka dan berkenalan dengan anak-anak disana. Sampai aku tahu namanya, Mutiara, kelas 2 SD. Aku bermain bersamanya, dia mengajariku cara bermain tepuk tangan 2 arah dengan sebuah nyanyian. Aku senang melihatnya, dan bermain bersamanya.

Ketika menuju perjalanan pulang, aku mengaku dengan berkata kepada Niko dan Husni.

"Eh, kayaknya gua suka sama cewek. Mutiara."

Aku lupa apa respon mereka. Tetapi setiap aku bermain lagi, aku selalu mengajak ke tempat dimana Mutiara dan anak-anak lainnya bermain. Setiap pulang sekolah, aku sengaja lewat pos itu lagi walaupun aku harus berjalan memutar ke rumah.

Ketika aku sedang tanding bola dan Mutiara menonton, aku menjadi bersemangat. Sampai tidak sadar, tanganku cidera karena terkena bola yang cukup keras sampai memar merah. Sampai rumah, bukannya diobati, aku malah menggambar sisi dari memar itu dengan pulpen, sambil mengingat bahwa ini adalah luka dari pertandingan ketika aku main bola dengan Mutiara yang menyemangati dari sisi penonton.

Sampai ketika aku pindah sekolah, aku tidak lagi bertemu dengannya. Sampai saat ini, setelah 11 tahun, aku sudah lupa bagaimana wajahnya.

*

"Gar, dulu dia satu sekolah ama gua pas SMP di pondok"
"Hah, serius? Lu masih ada gak fotonya? Jujur gua udah lupa mukanya"
"Ada gak ya? Nanti deh gua cari dulu"

Obrolan kami membuat malam berlalu begitu cepat. Weekend ini, Niko mengajakku untuk pergi ke rumahnya lagi dan bertemu Adit dan Adam.

Ada satu hal yang menarik perhatianku soal Adit. Niko cerita bahwa Adit sekarang sudah menjadi playboy. Hampir setiap malam dia mengirim screenshot dimana dia sedang video call bersama perempuan telanjang yang dia kenal secara online. Beda malam, beda perempuan. Tidak kusangka, gaya bicara Adit yang tidak jelas itu yang justru disukai perempuan. Dia pintar memainkan kata dan membaca psikologi perempuan, membuat cewek penasaran, membuat cewek merasa terhibur, dan akhirnya cewek itu tanpa segan mau memperlihatkan bagian tubuhnya.

Aku sempat tidak percaya, tapi Niko bilang lihat saja nanti kalau sudah bertemu akhir pekan ini.

---

Hari yang direncanakan tiba. Aku menyusul Niko ke tempat kerjanya. Dia bilang hari senin depan adalah hari terakhir dia bekerja disini. Dia memutuskan untuk berhenti dan ikut Adit kerja di Shopee bagian sortir barang.

Sekitar jam 11 malam, aku dan Niko pergi bersama ke rumahnya. Sampai di perumahan, rasanya seperti nostalgia. Aku masih ingat secara singkat tentang beberapa bagian yang ada di perumahan ini.

Kita sampai di salah satu bagian jalan tol yang belum diresmikan. Sangat gelap dan sepi, cocok untuk nongkrong dan ngobrol. Gak lama, Adam dan Adit datang. Wahh.. Senang rasanya, seperti kembali ke masa kecil. Lagi-lagi, obrolan panjang mengenai nostalgia masa kecil.

Adam mengajakku untuk ke rumahnya besok. Katanya ibunya mau ketemu. Ibunya Adam memang sangat baik kepadaku dulu. Aku masih ingat waktu aku sedang bermain ke rumahnya, aku dikasih makan telur kecap. Dulu, ketika aku mengajak teman-temanku main, semua orang tua sangat senang dan membiarkan anaknya main denganku. Alasannya, karena aku dikenal pintar dan selalu ranking 1 waktu di sekolah dulu. Padahal, kalau aku ajak mereka main, ya keluyuran jauh dan tidak jelas hahaha.

Di malam itu, kami merencanakan sebuah perjalanan. Aku sangat ingin bermain dengan mereka lagi. Dulu ketika masih kecil, kami sering bermain di sekeliling komplek. Namun sekarang, kami bisa pergi lebih jauh lagi. Aku merencanakan untuk motoran pergi ke Bandung dan stay disana selama seminggu. Namun, aku harus ke Cirebon dulu untuk menghadiri pernikahan sepupuku. Di Bandung nanti, kita akan mencari rumah Husni yang sudah lama hilang kontak dengan kami.

Niko menyetujui rencana itu. Karena dia juga ingin mengunjungi tempat neneknya di Cirebon untuk berlebaran. Soalnya, lebaran terakhir ini, dia belum sempat mengunjungi neneknya karena pekerjaan. Adit juga setuju karena dia mau mengunjungi bibinya di Bandung, namun dia tidak masalah kalau mau ikut ke Cirebon dulu. Sayangnya Adam tidak bisa ikut karena pekerjaan yang cukup padat. Dan obrolan itupun akhirnya menjadi sebuah rencana.

Di sela obrolan panjang, aku teringat soal Adit yang katanya, sekarang menjadi penakluk wanita. Dari segi sifat, Adit memang tidak berubah. Gaya ngomongnya masih gak jelas dan mau-mau aja jika disuruh melakukan apapun. Di malam itu dia sempat aku bohongi soal kamera yang aku bawa. Aku bilang, kamera itu memiliki fitur radar yang bisa mendeteksi adanya hantu. Adit langsung percaya begitu saja dan selalu memintaku untuk membuka kamera itu dan mencoba fitur hantunya. Aku tidak percaya dengan kepolosan anak ini, dia bisa jadi orang sekotor yang diceritakan Niko. Aku langsung saja bilang kepadanya.

"Dit, gua kasih tantangan. Kalo lu bisa vc an sama cewek random malam ini di depan gua, gua kasih 100rb"
"Hah.. Serius? Yang bener-bener baru kenal atau yang udah kenal boleh?"
"Nggak boleh. Musti random"
"Musti VC? Gak bisa call aja?"
"VC lah, kayak lu biasa. Lu bisa dapet bagian dadanya, langsung gua kasih, tunai"
"Mau lewat mana? Telegram? Litmatch?"
"Dari mana aja, kayak lu biasanya"
"Okeh.. Jam-jam segini harusnya gampang sih."

Sumpah, dari gaya bicaranya, bener-bener terdengar profesional sekali. Kalau ini berhasil, rasanya aku ingin memanggil dia MASTER SUHU ADIT dan ku bersihkan kakinya sampai ke sela jari dan kukunya. Aku masih tidak percaya bahwa seorang perempuan apakah bisa dengan mudah diajak melakukan hal seperti itu. Yang hanya aku ketahui adalah perempuan merupakan makhluk yang sangat berperasaan dan sangat takut jika ada laki-laki bejat merayunya. Karena itu aku tidak berani melakukan hal jahat kepada perempuan, dan melukai perasaannya dengan sengaja.

Dia langsung membuka aplikasi telegram dan meminta untuk jangan diganggu. Aku bilang tidak masalah, gunakan waktu secukupnya, aku tidak akan menganggu. Namun kalau sudah dapat, kami semua harus mendengar obrolan Adit dan cewek itu.

Aku, Adam, dan Niko lanjut mengobrol. Beberapa puntung rokok kami habiskan. Beberapa lagu kami putar. Sementara Adit menyendiri di sisi lain jalan tol, bermain dengan apapun aplikasi untuk mencari cewek random itu.

"Cuy, dapet nih. Dia mau telepon!"

Seketika lagu kumatikan dan mulut kami tutup. Suasana menjadi hening. Adit menelepon cewek itu dengan loud-speaker supaya kami bertiga bisa dengar. Dan suara cewek itupun muncul.

"Halo?"
"Hai.."

Kami mendengar obrolan mereka. Aku akui, Adit memang sangat jago bermain kata. Hal yang aku anggap omongan tidak jelasnya dia yang kadang membuatku kesal itu justru disukai oleh wanita. Itu menjadi keunikan yang dimiliki Adit dan membuat para wanita senang ngobrol dengannya.

Mereka terus mengobrol, sampai moment penentuan pun tiba. Adit meminta cewek itu untuk menemaninya memenuhi hasratnya. Setelah mengakui tujuan dia kepada cewek itu, dan ternyata, cewek itu menolak!

Kehebatannya Adit, dia bisa membuat cewek itu penasaran. Cewek itu tidak secara langsung menganggap bahwa Adit adalah cowok yang freak dan mematikan teleponnya. Dia terus merayunya, hingga cewek itupun luluh dan mau melakukannya.

"Jadi gimana, mau gak?"
"Hmm, yaudah aku coba ya."
"Tapi sambil video call ya."
"Ngga mau, kita teleponan aja"

Adit meminta pendapatku. Aku bilang semua harus sesuai perjanjian di awal. Kemudian Adit menjelaskan soal psikologi dan tipe wanita kepadaku yang mana aku tidak tahu sama sekali sebelumnya. Dia bilang, tipe cewek ini adalah cewek yang sebenarnya bisa diajak, namun perlu waktu. Kemudian aku bilang, yaudah, call aja gapapa. Dia sudah berhasil melakukan sejauh ini saja sudah membuatku cukup terkejut.

Dan disanalah kami ber-empat. Duduk di jalan tol yang tanpa penerangan ini, menghisap rokok, sembari mendengar desahan cewek itu. Sementara Adit melakukan desahan palsu. Cewek itu benar-benar melakukan apapun yang Adit suruh dan mengungkapkan apa yang dirasakan lewat telepon.

Hal itu berlangsung cukup lama. Setelah cukup mendengar desahan mereka, aku menyuruh untuk menghentikannya.

"Udah Dit, matiin teleponnya."

Obrolan itupun berakhir. Adit berhasil menyelesaikan tantangan itu. Hal itu juga membuka kesadaran baru di diriku.

Tidak terasa waktu sudah menunjukan pukul setengah 5 pagi. Satu persatu dari kami berpamitan pulang. Berjanji untuk bersiap-siap dan bertemu lagi untuk perjalanan panjang ke Bandung nanti.

---

5 Agustus 2023
Kami memulai perjalanan dari salah satu Alfamart di daerah Bekasi. Adit dan Niko sudah menungguku dengan rokok kretek di sela jarinya. Niko bawa beras setengah karung untuk neneknya di Cirebon. Kami duduk dulu mengobrol disana sebelum berangkat. Lalu, Adit bercerita soal cewek yang mendesah lewat telepon di malam waktu itu.

Aku sangat terkejut. Bukannya ilfeel atau kesal, cewek itu justru terus mencari Adit dengan melakukan spam chat setiap hari. Cewek itu juga sudah mengirim foto wajahnya ke Adit berkali-kali. Adit juga sudah tahu nama asli cewek itu, mungkin bisa disebut saja sebagai Mawar (nama samaran yang paling umum). Hal lain yang mengejutkanku, ternyata cewek itu berasal dari Cirebon. Sebuah kebetulan karena kami akan ke Cirebon dulu sebelum ke Bandung. Dan ternyata mereka memang sudah merencanakan pertemuan mereka di Cirebon nanti. Akhirnya, kami bertiga sudah punya tujuan masing-masing. Di Cirebon, Niko akan mengunjungi neneknya, aku akan menghadiri pernikahan sepupuku, dan Adit akan bertemu cewek itu.

Kami pun memulai perjalanan.

Singkat cerita, setelah kurang lebih 8 jam perjalanan termasuk istirahat, kami sampai di rumah neneknya Niko.

Kami semua disambut hangat oleh keluarga besar neneknya Niko. Bahkan saat baru sampai, aku sudah melihat neneknya Niko duduk di depan gerbang untuk menunggu kedatangannya. Kami langsung disiapkan tempat tidur, dan segelas teh hangat. Senang rasanya melihat kasih sayang keluarga yang diberikan kepada kami.

Kami ngobrol sebentar di luar sambil menghabiskan teh itu, lalu tidur.

Esok harinya, aku langsung bersiap-siap untuk menghadiri pernikahan sepupuku. Adit juga sudah rapih untuk bertemu Mawar, si cewek desah dari telegram. Niko tidak kemana-mana hari ini, hanya menghabiskan waktu bersama saudaranya.

Hari berlalu, Adit sudah pulang duluan bertemu Niko. Acara pernikahan sepupuku juga sudah selesai. Aku menghubungi Adit dan Niko bahwa aku akan segera kembali ke rumah neneknya Niko. Namun Niko memintaku untuk bertemu di kafe saja. Pas sekali, aku juga ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan. Kafe adalah tempat terbaik untuk bekerja.

Sampai di lokasi, ternyata kafenya tidak sesuai ekspektasiku. Kafe yang dimaksud adalah warung kopi pinggir kali. Aku tidak jadi bekerja disana, melainkan hanya nongkrong dan ngobrol. Aku bertanya soal bagaimana pertemuan Adit dan Mawar. Adit cerita banyak hal. Mereka baru bertemu untuk pertama kalinya, tapi date pertama mereka benar-benar sudah seperti orang pacaran yang tanpa status. Hubungan yang sangat membingungkan. Tapi begitulah Adit, gaya anehnya sangat menarik untuk perempuan. Tapi hubungan ini menjadi seperti mind-game untuknya. Kencan singkat itu menimbulkan beberapa kebingungan antara perasaan mereka dan Adit menyikapinya sebagai seolah-olah permainan. Apakah Mawar jadi satu-satunya cewek yang ada dalam history telepon Adit? Tentu saja nggak. Sepanjang perjalanan pun berkali-kali aku menyaksikan Adit menelepon dan aku selalu bertanya, "cewek yang mana lagi?".

Ada satu perkataan Adit yang masih membekas di pikiranku.

"Gar, semua cewek itu manipulatif, dan mereka cepet puas. Ketika mereka udah dapetin apa yang mereka mau dari cowok, mereka nganggep cowok ini terlalu gampang, dan mereka akan pergi. Sebaliknya, semakin kita nyakitin cewek dan pinter main tarik-ulur perasaanya, mereka justru semakin penasaran dan ngejer."

Pengalaman menyakitkan yang pernah dialami Adit dengan mantannya membuat dia menjadi agak misogini terhadap semua perempuan. Perkataan Adit itu membuatku berfikir dan mempertimbangkan banyak sekali hal.

Hampir jam 12 malam, kami semua kembali ke rumah neneknya Niko, lalu tidur.

Esok harinya adalah hari dimana kami akan melanjutkan perjalanan ke Bandung. Hari itu juga menjadi hari yang cukup membuatku gelisah. Aku dijadwalkan untuk meeting bersama CEO ku, product owner, dan salah satu investor dari google. Aku sudah bilang ke Niko dan Adit untuk berhenti di tengah perjalanan agar aku bisa mengikuti meeting penting itu sampai selesai.

Di salah satu warung makan, kami berhenti. Tempatnya berada tepat diatas sungai. Di seberangnya, terlihat bayang-bayang gunung. Kita berada disana jam 2 siang dan kelihatannya kita akan berada di warung ini sampai jam 6 atau jam 7 malam. Sepanjang waktu itu, aku hanya sibuk dengan laptopku, mengikuti alur meeting yang ada. Niko sibuk bermain mobile legend. Dan Adit sibuk teleponan dengan Mawar. Tampaknya Mawar ini benar-benar tidak bisa lepas dari Adit. Padahal dia bukannlah satu-satunya orang yang Adit telepon hari ini. Mereka sekarang sudah tidak malu lagi untuk video call dan cewek itu sudah mengenalkan adiknya yang masih kecil kepada Adit.

Hari sudah gelap. Semua meeting ku akhirnya selesai. Kita langsung melanjutkan perjalanan ke Bandung.

Sekitar jam 7 malam, kita sampai di pusat kota Sumedang. Aku memutuskan untuk berhenti membeli satu makanan khas dari kota itu, tahu sumedang. Sampai akhirnya, kita malah berhenti sebentar dan berjalan-jalan di kota itu.

Di pusat kota tempat aku berada, lokasinya sama persis seperti di Metro, Lampung. Dimana ada taman kota dan masjid besar di depannya. Orang-orang bermain sepatu roda, dan semakin malam, anak-anak muda nongkrong di sudut trotoar. Kita sedang duduk di Indomaret dekat taman. Adit tidak henti-hentinya berkata betapa cantiknya cewek sumedang disini.

"Huh, pengen.."
"Pengen apa goblok"
"Pengen yang enak"

Aku tertawa setiap Adit mengucapkan hal random dengan nada bicara yang aneh. Berkali-kali dia melakukan cat-calling kepada cewek random yang lewat.

"Hai.."
"Hai beby"
"Iih enak"

Terkadang aku menjauh dari dia ketika cewek itu sadar sedang digoda. Aku takut cewek itu risih dan melihat ada wajahku di salah satu grup pria cat-calling itu.

Kitapun melanjutkan perjalanan. Baru beberapa menit perjalanan, Adit berhenti di salah satu pom bensin. Disana aku menepi sebentar untuk ke toilet dan kita shalat bergantian.

Di sana, kita akhirnya ngobrol panjang lagi. Niko, sahabatku, bercerita soal perempuan yang pernah menyakitinya. Perempuan sialan yang mendekati Niko padahal dia sedang menjalin hubungan dengan pria lain yang Niko tidak mengetahuinya. Mereka dulu satu pesantren yang mana Niko dikenal sebagai ustadz disana.

Salah satu hal yang kupelajari soal kehidupan. Manusia adalah makhluk kompleks. Aku tidak bisa menilai semua orang secara sempurna. Semakin dewasa, semakin sadar bahwa banyak orang spesial yang berubah, banyak kehidupan yang berjalan aneh. Persis seperti lirik lagu Champagne Supernova - Oasis. Setiap berada di tempat baru, aku selalu merasa perbedaan itu sangat mengagetkan. Namun semakin sering berada di tempat baru, aku justru banyak belajar dari perbedaan itu. Aku dulu berfikir bahwa manusia hanyalah baik dan jahat, padahal sebenarnya manusia adalah abu-abu, termasuk diriku. Terkadang aku juga tidak tahu apakah aku orang yang baik atau jahat. Namun aku sadar, yang terpenting adalah sebagaimana bisa diriku menerima orang lain dan diriku sendiri dari segala fase di kehidupan yang dialami sebelumnya, lalu belajar dari ketidaktahuan itu.

Niko dan perempuan itu sudah sangat kenal dekat ketika di pesantren dulu. Sekarang, mereka sudah sama-sama bekerja. Berkali-kali perempuan itu meminta untuk bertemu dan berjalan-jalan. Niko sudah kenal dekat dengan orang tuanya. Bahkan orang tuanya membolehkan Niko menginap setiap kali mengantar perempuan itu pulang. Dan mereka selalu tidur dalam satu kamar.

Yah aku tidak mau tahu lebih lanjut soal apa yang mereka lakukan. Namun pada akhirnya, Niko tahu bahwa perempuan itu sudah punya pacar dan membuat cerita fiktif seolah-olah Niko mengejar dia tanpa henti yang membuat dia risih.

"Padahal gua udah punya cowok, tapi Niko ngejer-ngejer gua terus", begitu katanya.

Hal itu benar-benar menyakitkan.

Kami akhirnya melanjutkan perjalanan dan sampailah kami di Bandung.

--- Bandung, 7 Agustus 2023
Malam di bandung. Suhunya 18 derajat. Kami menyewa penginapan selama 1 malam sebelum melanjutkan perjalanan ke Bandung Barat, tempat bibinya Adit. Dengan kondisi kelelahan di malam yang cukup dingin itu, kami langsung tepar dan tertidur tanpa bebersih badan terlebih dahulu.

Besok paginya, aku terbangun. Kulihat Niko masih tertidur dengan jaket tebal dan selimut. Lalu kulihat Adit yang ternyata sudah dapat cewek baru dan dia teleponan dengan bahasa yang sedikit kotor.

Aku menyelesaikan beberapa pekerjaan. Jam 11 siang, kubangunkan Niko dan kita semua mulai mengemas barang. Jam 12, kami checkout penginapan, lalu cari makanan untuk sarapan (alias makan siang).

Setelah makan, kami kembali ke penginapan untuk mengambil tas yang kami titip. Disana kami bertemu dengan sepasang suami istri yang hendak check-in.

"Labuan bajo sudah? Raja ampat? Nusa penida? Karimunjawa? Pulau komodo?"
"Belum pak, bu. Baru sekitaran sini aja"
"Pergilah yang jauh.. Mumpung masih muda"

Begitu katanya. Mereka adalah sepasang suami istri yang suka traveling tanpa arah dan tujuan. Dan sudah mengunjungi hampir setiap daerah di Indonesia, baik dengan pesawat, kapal, kereta, ataupun motoran. Aku banyak menerima tips soal traveling dari mereka.

Ah, melihat keluarga seperti mereka adalah apa yang aku harapkan menjadi cerminan masa depanku. Persis seperti keluarga CEO ku di perusahaan di Bali dulu. Mereka adalah inspirasiku dan aku sangat ingin melakukan apa yang mereka lakukan, traveling bersama keluarga. Dimana tidak ada apapun selain cinta, kasih sayang, dan tempat baru sebagai kertas putih yang akan diisi dengan berbagai kenangan.

Kamipun melanjutkan perjalanan ke arah Padalarang, Bandung Barat, ke rumah bibinya Adit. Sebelum kesana, kami melewati salah satu jalan yang paling terkenal di Bandung, Jalan Braga. Kami memutuskan untuk menghabiskan waktu disana sampai malam tiba. Aku sempat mampir ke starbucks untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan yang belum selesai, sementara Adit dan Niko pergi ke alun-alun, mau cuci mata liat teteh-teteh bandung katanya.

Selesai bekerja, aku jalan-jalan sebentar, mengambil beberapa video, dan menyusul Adit dan Niko ke alun-alun. Di tengah perjalanan, secara random aku bertemu Ridwan Kamil, Bapak Gubernur Jawa Barat. Segera ku rekam dengan kamera hape dan menyapanya.

Puas berada disana, kami melanjutkan perjalanan. Sampailah kami ke rumah bibinya Adit. Disana ada bibi, neng (anaknya bibi), dan abah. Baru sampai, kami langsung diberi segelas teh hangat dan makanan. Tidak lama dari itu, kami tidur di kamar yang sudah disiapkan.

Besok paginya, kami merealisasikan rencana kami untuk mencari Husni. Tidak satupun dari kita tahu dimana rumahnya, tapi Adit tahu pesantren tempat Husni sekolah. Kami langsung mengunjungi tempat itu dan bertanya-tanya kepada orang disana. Ada satu orang penjaga gerbang, dia memberi kami informasi tentang nama daerah rumahnya Husni. Kamipun langsung kesana.

Sampai di daerah itu, Adit bertanya kepada orang sekitar, tapi orang itu tidak tahu siapa Husni. Sampai akhirnya kami bertemu dengan sekumpulan ibu-ibu di warung. Mereka ternyata kenal Husni karena ibunya sering berkumpul bersama di warung itu. Wah, aku dan yang lain langsung merasa lega. Akhirnya ketemu juga.

Sampai di rumahnya, akupun bertemu dengan ibunya Husni. Aku ingat wajah itu ketika aku masih kecil dulu. Jujur, aku lupa hampir semua wajah yang kulihat ketika aku kecil dulu (11 tahun lalu). Seperti ibunya Adam, ibunya Niko, dan yang lain. Namun ketika aku melihatnya lagi, tiba-tiba aku ingat kembali wajahnya dulu dan mengingat kebaikan mereka dulu saat mereka dengan senang hati mengajak aku makan di rumahnya ketika aku benar-benar kelaparan dan tidak punya uang.

"Ya ampun, Niko, Adit, Tegar, apa kabar? Jauh jauh kalian dari bekasi.."

Disana kami disambut hangat dengan semuanya. Ada kakaknya Husni juga yang sekarang sudah punya anak.

"Ibu teh seneng banget dikunjungi. Tapi sayangnya, Husni udah gak dirumah. Dia sekarang kerja di Malaysia."
"Loh, dari kapan bu?"
"Baru aja bulan kemarin. Insya allah baliknya teh Januari tahun depan"

Gak lama, kakaknya Husni menelepon Husni lewat video call. Dan disitu aku melihat Husni kembali untuk pertama kalinya. Aku sangat pangling dengannya. Dia lebih rapih, lebih putih, dan yang paling aku notice adalah, GIGINYA SUDAH TIDAK OMPONG!

Selesai telepon, aku meminta nomor teleponnya karena sudah lama lost contact. Percakapan berakhir karena Husni harus lanjut bekerja. Kami lanjutkan mengobrol dengan ibunya.

Ibunya Husni bercerita cukup panjang soal Husni, mulai dari masalah di sekolah, sampai sulitnya mencari kerja. Aku salut dengan temanku itu. Dia sangat loyal dan berbakti kepada ibunya. Dia juga pekerja keras yang mendahulukan kebahagiaan ibunya. Dan sekarang, dia nekat untuk bekerja di Malaysia seorang diri.

Kami tidak begitu lama berada di rumahnya. Ketika kami berpamitan, tiba-tiba ibunya Husni memberi uang 200 ribu kepada Niko untuk kami bertiga. Aku benar-benar merasa tidak enak dan sempat menolak. Namun dia memaksa. Ibunya Husni bilang terima kasih karena sudah dikunjungi, dia merasa senang, dan Husni juga pasti senang, karena sebenaranya sudah lama dia mau pulang ke Bekasi bertemu teman-temannya.

Sebelum pulang ke rumah bibi, kami pergi ke waduk ciratas untuk bersantai sebentar. Lalu pulang ketika malam tiba.

Ketika pulang, bibi membukakan pintu dengan wajah sedikit panik. Dia khawatir kalau kami pulang terlalu malam karena daerah sana rawan begal. Itu memang benar, aku merasakan jalan yang kami lewati benar-benar gelap dan sepi. Bukan tak mungkin akan ada orang jahat yang bisa saja menghadang kami. Tapi untunglah itu tidak terjadi.

Kami langsung tidur.

Besoknya, Adit mengajak aku dan Niko pergi ke sebuah gunung yang aku lupa namanya apa. Tapi itu adalah gunung bersejarah dimana ditemukannya fosil-fosil makhluk laut di bebatuannya. Hal yang dipercaya menjadi sebuah bukti teori bahwa bandung dan padalarang dulunya adalah hamparan laut.

Hari itu tidak berjalan lama, karena kami sebenarnya bangun kesiangan.

Sorenya, aku bermain layangan dengan bocah-bocah kompleks rumah bibinya Adit. Di belakang rumah bibinya Adit adalah hamparan sawah dan gunung yang luas. Banyak anak-anak bermain layangan di sore itu.

---

Ada 1 rencana rahasia diantara kami bertiga: clubbing di Bandung Kota. Adit, orang yang belum tahu apa itu dugem dan clubbing ingin mencoba melakukannya di Bandung. Tujuannya? Dia sih bilangnya mau bereksperimen dan belajar soal wanita ketika sedang mabuk. Apakah akan lebih mudah digoda, dirangkul, dan diajak berjoget. Dia ingin menunjukan skillnya dalam menggoda wanita secara real, bukan lewat online.

Esok harinya, kami memutuskan untuk kembali ke Bandung Kota, tepatnya di daerah Kujangsari. Kami menyewa penginapan selama 2 malam, di malam sabtu dan malam minggu. Di malam sabtu, aku mengajak Adit dan Niko untuk menonton gigs salah satu band emo favoritku yang sedang mengadakan konser di halaman kampungnya. Gigs itu berada di salah satu kafe di Dago Atas.

Kafe itu sangat ramai. Aku mencari salah satu temanku yang tergabung di komunitas musik. Aku menemuinya dan ngobrol. Adit sibuk melakukan scanning terhadap semua wanita yang ada disana dan kerap kali mengirim pesan whatsapp di grup.

"Gila cuk.. Semangka.."
"Lihat kananlu.."
"Arah jam 6 cuy"

Sampai akhirnya selesailah acaranya. Sudah tidak ada band lagi yang tampil, namun musik masih dimainkan. Orang-orang masih pada mabuk di depan panggung. Aku berkata kepada Adit.

"Dit, sini maju. Katanya mau nyoba experience di real life?"

Tapi ternyata, Adit masih belum berani. Dia hanya menganalisa tentang apa yang sedang terjadi.

Sekitar jam 2 pagi, kami akhirnya ke penginapan dan tertidur.

---

Besok harinya, Niko dan Adit tampak bersemangat untuk mencari club malam minggu. Saat di gigs kemarin, Adit bertanya kepada orang disana soal rekomendasi club di Bandung. Orang itu menjawab "Shelter". Aku mencari informasi soal club ini tentang harga dan musiknya. Aku tidak terlalu menyukainya, apalagi musiknya lebih ke tekno.

Kami memutuskan untuk jalan-jalan dulu di Braga. Malam itu, Jalan Braga sangat ramai. Tidak terasa sudah jam 10 malam. Kami masih berjalan tanpa arah.

"Udahlah gar, shelter aja"
"Mau ke shelter? Cuma gak free entry. Beerpoint penuh lagi."

Memang sangat membingungkan mencari tempat seperti itu dengan uang pas-pasan. Apalagi malam minggu ini ternyata ramai banget, dan beberapa club sudah penuh. Pada akhirnya, kami membatalkan niat kami untuk pergi clubbing.

"Yaudalah dit, susah nyarinya. Kapan-kapan aja. Nanti di Jakarta kalau nggak."

Malam itu, kami malah jalan-jalan ke alun-alun dan masjid raya bandung, lalu pulang ke penginapan.

---

Esok hari tiba. Ini adalah hari terakhir kami berada di Bandung. Checkout penginapan jam 12 siang, kami langsung motoran kembali ke Bekasi.

Perjalanan ini berakhir dengan berbagai pengalaman unik yang aku dapatkan. Juga beberapa pelajaran. Aku sangat senang bisa bermain lagi dengan sahabat masa kecilku yang sudah terpisah selama 11 tahun. Aku senang karena bisa mengunjungi rumah sahabatku yang sudah lama putus kontak dengan kami bertiga. Perjalanan ini seperti menjadi nostalgia sebagaimana kami biasa bermain dulu, namun lebih jauh.

Trip ke Bandung ini juga menjadi persiapanku untuk melakukan solo traveling lain ke Thailand minggu depan.